Memiliki atau menyewakan tanah dan bangunan tentu menjadi hal yang menguntungkan, namun jangan lupa, ada kewajiban pajak yang harus dipenuhi. PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dari penyewaan tanah dan bangunan. Pajak ini diatur dalam peraturan perundang-undangan dan wajib dibayarkan oleh pemilik atau penyewa tanah dan bangunan.
Artikel ini akan membahas secara lengkap mengenai PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan, mulai dari pengertian, dasar hukum, objek pajak, tarif, wajib pajak, mekanisme perhitungan, kewajiban pelaporan, hingga sanksi atas pelanggaran. Dengan memahami semua aspek ini, diharapkan Anda dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan tepat dan menghindari sanksi yang tidak diinginkan.
Pengertian PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
PPh atas sewa tanah dan bangunan merupakan pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dari kegiatan penyewaan tanah dan/atau bangunan. Pajak ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Pengertian PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan Berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
Menurut Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, penghasilan yang diperoleh dari kegiatan penyewaan tanah dan/atau bangunan merupakan objek pajak penghasilan. PPh atas sewa tanah dan bangunan dikenakan atas penghasilan bruto dari kegiatan penyewaan tanah dan/atau bangunan, dikurangi dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PPh atas sewa tanah dan bangunan merupakan kewajiban yang perlu dipahami oleh pemilik properti. Selain itu, menjaga konstruksi bangunan juga penting, dan salah satu elemen penting dalam konstruksi adalah tali bangunan. Tali bangunan yang kuat dan berkualitas membantu dalam proses pembangunan, dan juga berpengaruh terhadap kelancaran pembayaran pajak atas sewa tanah dan bangunan, karena bangunan yang kokoh dapat disewakan lebih lama dan menghasilkan pendapatan yang lebih stabil.
Contoh Kasus Konkret Sewa Tanah dan Bangunan yang Dikenakan PPh
Misalnya, Pak Budi menyewakan tanah dan bangunan miliknya kepada Pak Doni untuk dijadikan toko. Pak Doni membayar sewa kepada Pak Budi sebesar Rp10.000.000 per bulan. Penghasilan Pak Budi dari kegiatan penyewaan tanah dan bangunan tersebut merupakan objek pajak penghasilan. Pak Budi wajib melaporkan dan membayar PPh atas penghasilannya tersebut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Jenis-Jenis PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan Berdasarkan Objeknya
Jenis PPh | Objek Pajak | Keterangan |
---|---|---|
PPh Pasal 21 | Penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi | Dihitung berdasarkan tarif progresif, yaitu semakin tinggi penghasilannya, maka semakin tinggi pula tarif pajaknya. |
PPh Pasal 23 | Penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan yang diterima oleh Wajib Pajak Badan | Dihitung berdasarkan tarif final sebesar 25% dari penghasilan bruto. |
PPh Pasal 25 | Penghasilan dari sewa tanah dan/atau bangunan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan | Dihitung berdasarkan tarif final sebesar 25% dari penghasilan bruto. |
Dasar Hukum PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
PPh atas sewa tanah dan bangunan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, baik di tingkat UU maupun Peraturan Menteri Keuangan (PMK). Aturan ini penting untuk dipahami baik oleh pemilik tanah dan bangunan maupun penyewa, agar kewajiban perpajakan masing-masing pihak terpenuhi dengan benar.
Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Berikut adalah beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur PPh atas sewa tanah dan bangunan:
- Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh)
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2015 tentang Pedoman Teknis Pajak Penghasilan Pasal 23 dan Pasal 26
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemotongan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 164/PMK.03/2016 tentang Tata Cara Penghitungan, Pemotongan, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 26
Dasar Hukum Perhitungan PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Dasar hukum perhitungan PPh atas sewa tanah dan bangunan diatur dalam UU PPh dan PMK yang terkait. PPh atas sewa tanah dan bangunan dihitung berdasarkan penghasilan bruto yang diperoleh dari sewa tanah dan bangunan. Penghasilan bruto tersebut dikurangi dengan biaya-biaya yang terkait dengan sewa tanah dan bangunan, seperti biaya pemeliharaan, biaya asuransi, dan biaya administrasi.
Hasilnya adalah penghasilan neto yang menjadi dasar perhitungan PPh.
PPh atas sewa tanah dan bangunan memang penting untuk dipahami, terutama bagi pemilik dan penyewa. Nah, sebelum kamu memutuskan untuk menyewakan atau menyewa tanah dan bangunan, ada baiknya kamu mengetahui tahapan pelaksanaan konstruksi bangunan itu sendiri. Tahapan pelaksanaan konstruksi bangunan terdiri dari beberapa fase, mulai dari perencanaan hingga penyelesaian.
Memahami tahapan ini bisa membantumu memperkirakan potensi biaya dan waktu yang dibutuhkan, sehingga bisa memperhitungkan PPh atas sewa tanah dan bangunan dengan lebih baik.
Contoh Penerapan Peraturan Perundang-undangan
Misalnya, Pak Budi memiliki tanah dan bangunan yang disewakan kepada PT. Sejahtera dengan nilai sewa Rp. 10.000.000,- per bulan. Berdasarkan UU PPh, sewa tanah dan bangunan ini dikenai PPh Pasal 23 dengan tarif 2%. Maka, PT.
Sejahtera wajib memotong PPh Pasal 23 sebesar Rp. 200.000,- (2% x Rp. 10.000.000,-) setiap bulannya dan disetorkan ke kas negara melalui Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya meliputi lokasi tanah dan bangunan yang disewakan.
Objek Pajak PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Dalam memahami pajak penghasilan (PPh) atas sewa tanah dan bangunan, penting untuk mengetahui apa saja yang menjadi objek pajak. Objek pajak PPh atas sewa tanah dan bangunan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak (WP) dalam bentuk sewa tanah dan bangunan.
PPh atas sewa tanah dan bangunan memang menjadi kewajiban bagi pemilik tanah dan bangunan yang disewakan. Meskipun umumnya bangunan dari batu biasanya merupakan bangunan suci, seperti candi atau kuil , namun aturan perpajakan tetap berlaku untuk semua jenis bangunan, termasuk bangunan komersial yang disewakan.
Jadi, penting untuk memahami peraturan perpajakan terkait PPh atas sewa tanah dan bangunan agar kewajiban pajak terpenuhi dengan benar.
Kriteria Objek Pajak PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Objek pajak PPh atas sewa tanah dan bangunan tidak hanya sekedar penerimaan uang atas sewa, tetapi juga memiliki beberapa kriteria yang perlu dipenuhi. Berikut beberapa kriteria objek pajak PPh atas sewa tanah dan bangunan:
- Penghasilan tersebut harus diterima atau diperoleh WP dalam bentuk sewa tanah dan bangunan.
- Penghasilan tersebut harus berasal dari sumber di Indonesia.
- Penghasilan tersebut harus sudah termasuk dalam penghasilan bruto WP.
Jenis Objek Pajak PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Objek pajak PPh atas sewa tanah dan bangunan dapat dibedakan berdasarkan jenisnya. Berikut tabel yang membedakan objek pajak PPh atas sewa tanah dan bangunan berdasarkan jenisnya:
Jenis Sewa | Objek Pajak |
---|---|
Sewa Tanah | Penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dalam bentuk sewa tanah, termasuk sewa tanah untuk pembangunan gedung atau bangunan. |
Sewa Bangunan | Penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dalam bentuk sewa bangunan, termasuk sewa bangunan untuk tempat tinggal, kantor, atau usaha. |
Tarif PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Pajak Penghasilan (PPh) atas sewa tanah dan bangunan merupakan kewajiban bagi setiap wajib pajak yang memperoleh penghasilan dari kegiatan tersebut. Tarif PPh atas sewa tanah dan bangunan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 148/PMK.03/2015 tentang Penghasilan dan Penghasilan Neto Wajib Pajak Badan.
Dalam peraturan tersebut, tarif PPh atas sewa tanah dan bangunan dibedakan berdasarkan jenis objek sewa dan status wajib pajaknya.
Tarif PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Tarif PPh atas sewa tanah dan bangunan dihitung berdasarkan penghasilan bruto yang diperoleh dari kegiatan tersebut. Penghasilan bruto adalah total pendapatan yang diterima dari sewa tanah dan bangunan sebelum dikurangi dengan biaya-biaya yang terkait. Tarif PPh atas sewa tanah dan bangunan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
- Tarif PPh Pasal 21: Tarif PPh Pasal 21 dikenakan atas penghasilan sewa tanah dan bangunan yang diterima oleh orang pribadi dalam negeri, orang pribadi luar negeri yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia, dan badan dalam negeri.
- Tarif PPh Pasal 25: Tarif PPh Pasal 25 dikenakan atas penghasilan sewa tanah dan bangunan yang diterima oleh badan dalam negeri dan badan luar negeri yang melakukan kegiatan usaha di Indonesia.
Berikut adalah tabel yang menunjukkan tarif PPh atas sewa tanah dan bangunan berdasarkan objeknya:
Objek Sewa | Tarif PPh Pasal 21 (%) | Tarif PPh Pasal 25 (%) |
---|---|---|
Tanah dan Bangunan | 15 | 25 |
Tanah | 15 | 25 |
Bangunan | 15 | 25 |
Sebagai contoh, jika Anda menyewakan tanah dan bangunan dengan nilai sewa Rp10.000.000 per bulan, maka PPh yang harus dibayar adalah:
PPh Pasal 21 = 15% x Rp10.000.000 = Rp1.500.000
PPh Pasal 25 = 25% x Rp10.000.000 = Rp2.500.000
PPh atas sewa tanah dan bangunan dapat dihitung secara manual atau menggunakan aplikasi perpajakan online yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Wajib Pajak PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Dalam konteks perpajakan, sewa tanah dan bangunan merupakan salah satu transaksi yang dikenai Pajak Penghasilan (PPh). Siapa saja yang terlibat dalam transaksi ini, baik sebagai penyewa maupun pemilik, memiliki kewajiban pajak yang perlu dipahami dengan baik. Artikel ini akan mengulas lebih lanjut mengenai wajib pajak PPh atas sewa tanah dan bangunan, kewajiban mereka, dan jenis-jenis wajib pajak berdasarkan perannya.
Wajib Pajak PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Wajib pajak PPh atas sewa tanah dan bangunan adalah pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi sewa tanah dan bangunan yang dikenai kewajiban pajak. Ada dua jenis wajib pajak dalam hal ini, yaitu:
- Pemilik tanah dan bangunan: Pihak yang menerima penghasilan dari penyewaan tanah dan bangunan.
- Penyewa tanah dan bangunan: Pihak yang menggunakan tanah dan bangunan milik orang lain dan membayar sewa.
Kewajiban Wajib Pajak PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Kewajiban wajib pajak PPh atas sewa tanah dan bangunan berbeda-beda tergantung pada statusnya sebagai pemilik atau penyewa. Berikut adalah penjelasan singkatnya:
- Pemilik tanah dan bangunan:
- Wajib melaporkan penghasilan sewa yang diterima dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Orang Pribadi atau Badan.
- Wajib membayar PPh atas penghasilan sewa yang diterima.
- Wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa yang diterima jika penyewa merupakan wajib pajak badan.
- Penyewa tanah dan bangunan:
- Wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa yang dilakukan jika pemilik tanah dan bangunan merupakan wajib pajak badan.
- Wajib melaporkan PPh Pasal 23 yang dipotong dalam SPT Tahunan PPh Badan.
Jenis-jenis Wajib Pajak PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan Berdasarkan Peran
Berikut adalah tabel yang menampilkan jenis-jenis wajib pajak PPh atas sewa tanah dan bangunan berdasarkan perannya:
Jenis Wajib Pajak | Peran | Kewajiban Pajak |
---|---|---|
Orang Pribadi | Pemilik tanah dan bangunan | Melaporkan penghasilan sewa dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan membayar PPh atas penghasilan sewa |
Badan | Pemilik tanah dan bangunan | Melaporkan penghasilan sewa dalam SPT Tahunan PPh Badan dan membayar PPh atas penghasilan sewa |
Orang Pribadi | Penyewa tanah dan bangunan | Memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa jika pemilik tanah dan bangunan merupakan wajib pajak badan |
Badan | Penyewa tanah dan bangunan | Memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa jika pemilik tanah dan bangunan merupakan wajib pajak badan dan melaporkan PPh Pasal 23 yang dipotong dalam SPT Tahunan PPh Badan |
Mekanisme Perhitungan PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Perhitungan PPh atas sewa tanah dan bangunan merupakan proses yang penting untuk dipahami, baik bagi pemilik tanah dan bangunan maupun penyewa. PPh ini dikenakan atas penghasilan yang diperoleh dari kegiatan sewa tanah dan bangunan, dan besarnya PPh yang harus dibayarkan tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis tanah dan bangunan, jangka waktu sewa, dan nilai sewa.
Langkah-langkah Perhitungan PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Untuk menghitung PPh atas sewa tanah dan bangunan, terdapat beberapa langkah yang perlu dilakukan. Berikut adalah langkah-langkahnya:
- Tentukan jenis tanah dan bangunan yang disewakan. Jenis tanah dan bangunan akan menentukan tarif PPh yang dikenakan. Misalnya, untuk tanah dan bangunan yang digunakan untuk tempat tinggal, tarif PPh yang dikenakan berbeda dengan tanah dan bangunan yang digunakan untuk usaha.
- Tentukan nilai sewa tanah dan bangunan. Nilai sewa ini bisa berupa uang tunai atau berupa barang atau jasa. Nilai sewa haruslah sesuai dengan nilai pasar, dan tidak boleh kurang dari nilai sewa yang tercantum dalam perjanjian sewa.
- Hitung penghasilan bruto dari sewa tanah dan bangunan. Penghasilan bruto dihitung dengan cara mengalikan nilai sewa dengan jangka waktu sewa.
- Hitung penghasilan neto dari sewa tanah dan bangunan. Penghasilan neto dihitung dengan cara mengurangi penghasilan bruto dengan biaya-biaya yang terkait dengan sewa tanah dan bangunan, seperti biaya pemeliharaan, biaya pajak, dan biaya asuransi.
- Hitung PPh yang terutang. PPh yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPh dengan penghasilan neto.
- Bayarkan PPh yang terutang. PPh yang terutang harus dibayarkan paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.
Contoh Kasus Perhitungan PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Misalnya, Pak Budi memiliki tanah dan bangunan yang disewakan kepada Pak Candra untuk membuka toko. Nilai sewa yang disepakati adalah Rp 10.000.000 per bulan, dan jangka waktu sewa adalah 1 tahun. Jenis tanah dan bangunan yang disewakan adalah untuk usaha, sehingga tarif PPh yang dikenakan adalah 10%.
Berikut adalah perhitungan PPh yang harus dibayarkan Pak Budi:
- Penghasilan bruto = Rp 10.000.000 x 12 bulan = Rp 120.000.000
- Asumsikan biaya-biaya yang terkait dengan sewa tanah dan bangunan adalah Rp 5.000.000. Penghasilan neto = Rp 120.000.000
Rp 5.000.000 = Rp 115.000.000
- PPh yang terutang = 10% x Rp 115.000.000 = Rp 11.500.000
Jadi, PPh yang harus dibayarkan Pak Budi adalah Rp 11.500.000.
Rumus Perhitungan PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
No | Rumus | Keterangan |
---|---|---|
1 | Penghasilan Bruto = Nilai Sewa x Jangka Waktu Sewa | Nilai sewa adalah nilai yang disepakati dalam perjanjian sewa. Jangka waktu sewa adalah jangka waktu yang disepakati dalam perjanjian sewa. |
2 | Penghasilan Neto = Penghasilan Bruto
|
Biaya sewa adalah biaya-biaya yang terkait dengan sewa tanah dan bangunan, seperti biaya pemeliharaan, biaya pajak, dan biaya asuransi. |
3 | PPh Terutang = Tarif PPh x Penghasilan Neto | Tarif PPh tergantung pada jenis tanah dan bangunan yang disewakan. |
Kewajiban Pelaporan PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Sebagai pemilik atau penyewa tanah dan bangunan, kamu perlu memahami kewajiban pelaporan Pajak Penghasilan (PPh) yang berlaku. Hal ini penting untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dan menghindari sanksi yang mungkin timbul.
Kewajiban Pelaporan PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Pelaporan PPh atas sewa tanah dan bangunan merupakan kewajiban bagi setiap wajib pajak yang menerima penghasilan dari kegiatan tersebut. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 114/PMK.03/2015 tentang Penghasilan dan Penghasilan Neto bagi Wajib Pajak Badan.
Cara Melaporkan PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Pelaporan PPh atas sewa tanah dan bangunan dapat dilakukan melalui beberapa cara, yaitu:
- Melalui website resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP)
- Melalui aplikasi e-Filing DJP
- Melalui kantor pajak terdekat
Setiap cara memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Pemilihan cara pelaporan tergantung pada preferensi dan kemampuan wajib pajak.
Jenis-jenis Pelaporan PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Jenis Pelaporan | Keterangan |
---|---|
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi | Digunakan untuk melaporkan penghasilan dan PPh yang terutang dari kegiatan sewa tanah dan bangunan oleh orang pribadi |
SPT Tahunan PPh Badan | Digunakan untuk melaporkan penghasilan dan PPh yang terutang dari kegiatan sewa tanah dan bangunan oleh badan |
SPT Masa PPh Pasal 23 | Digunakan untuk melaporkan PPh yang dipotong atas penghasilan sewa tanah dan bangunan yang dibayarkan kepada wajib pajak |
Sanksi Atas Pelanggaran PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan
Pelanggaran terhadap kewajiban perpajakan, termasuk PPh atas sewa tanah dan bangunan, bisa berakibat sanksi yang merugikan bagi wajib pajak. Sanksi ini merupakan bentuk konsekuensi yang diterapkan oleh negara untuk mendorong kepatuhan dan keadilan dalam sistem perpajakan.
Jenis-Jenis Sanksi
Sanksi atas pelanggaran PPh atas sewa tanah dan bangunan bisa berupa denda, bunga, dan bahkan pidana. Berikut adalah beberapa jenis sanksi yang umum diterapkan:
- Denda: Denda merupakan sanksi berupa jumlah uang tertentu yang harus dibayarkan oleh wajib pajak yang melanggar kewajiban perpajakan. Besarnya denda biasanya dihitung berdasarkan persentase dari pajak yang seharusnya dibayar, namun tidak dibayarkan.
- Bunga: Bunga merupakan sanksi berupa persentase tertentu dari jumlah pajak yang terlambat dibayarkan. Bunga ini dihitung berdasarkan periode keterlambatan pembayaran pajak.
- Pidana: Sanksi pidana dapat diterapkan dalam kasus pelanggaran perpajakan yang bersifat berat, seperti penggelapan pajak atau pencurian pajak. Hukuman pidana bisa berupa kurungan penjara dan/atau denda.
Contoh Kasus
Sebagai contoh, seorang wajib pajak yang menyewakan tanah dan bangunannya, tetapi tidak melaporkan penghasilan sewa tersebut dan tidak membayar PPh atas sewa, dapat dikenai sanksi denda dan bunga. Besaran denda dan bunga yang dikenakan akan tergantung pada jumlah pajak yang seharusnya dibayar dan periode keterlambatan pembayaran.
Dalam kasus yang lebih serius, jika wajib pajak terbukti melakukan penggelapan pajak, ia bisa dikenai sanksi pidana berupa kurungan penjara dan/atau denda.
Tabel Jenis-Jenis Sanksi dan Besarannya
Jenis Sanksi | Besaran |
---|---|
Denda keterlambatan pembayaran PPh | 2% dari jumlah pajak terutang per bulan atau bagian bulan, dengan minimum Rp100.000 |
Denda keterlambatan pelaporan SPT | Rp100.000 per SPT |
Denda kekurangan pembayaran PPh | 50% dari kekurangan pajak yang terutang |
Bunga keterlambatan pembayaran PPh | 2% per bulan dari jumlah pajak terutang |
Simpulan Akhir
PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan merupakan kewajiban perpajakan yang harus dipahami dan dipenuhi oleh setiap pemilik atau penyewa tanah dan bangunan. Dengan memahami peraturan dan mekanisme perhitungannya, Anda dapat memenuhi kewajiban perpajakan dengan tepat dan menghindari sanksi yang tidak diinginkan.
Ingat, membayar pajak adalah kewajiban kita sebagai warga negara yang baik, dan kontribusi kita untuk membangun negeri.
Bagian Pertanyaan Umum (FAQ)
Bagaimana cara menghitung PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan?
Perhitungan PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan dilakukan dengan mengalikan tarif pajak dengan penghasilan kena pajak. Penghasilan kena pajak adalah penghasilan bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang diizinkan.
Siapa yang bertanggung jawab membayar PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan?
Tanggung jawab pembayaran PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan umumnya berada pada pemilik atau penyewa tanah dan bangunan, tergantung pada perjanjian sewa yang dibuat.
Apakah ada pengecualian dalam pembayaran PPh Atas Sewa Tanah dan Bangunan?
Ya, ada beberapa pengecualian, seperti sewa tanah dan bangunan untuk kegiatan sosial atau keagamaan.