Dasar hukum pajak bumi dan bangunan – Siapa yang tak kenal dengan pajak bumi dan bangunan? Ya, pajak yang dikenakan atas kepemilikan tanah dan bangunan ini menjadi kewajiban bagi setiap pemiliknya. Mengenal dasar hukumnya menjadi penting agar kita memahami hak dan kewajiban kita sebagai wajib pajak.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah menjadi acuan utama dalam mengatur pajak bumi dan bangunan. Dalam UU ini, dijelaskan secara detail tentang objek pajak, wajib pajak, tarif, prosedur pembayaran, hingga sanksi yang berlaku.
Melalui pemahaman yang baik tentang dasar hukumnya, kita dapat menunaikan kewajiban pajak dengan benar dan meminimalisir potensi masalah yang mungkin timbul. Mari kita telusuri lebih lanjut tentang dasar hukum pajak bumi dan bangunan yang perlu diketahui!
Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak daerah yang menjadi sumber pendapatan penting bagi pemerintah daerah. Pajak ini dikenakan atas kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang berada di wilayah hukum suatu daerah. PBB diatur dalam undang-undang yang berlaku, dan untuk memahami dasar hukum PBB, kita perlu melihat lebih dalam UU No.
28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Dasar Hukum Pajak Bumi dan Bangunan dalam UU No. 28 Tahun 2009
UU No. 28 Tahun 2009 merupakan landasan hukum utama yang mengatur tentang pajak daerah, termasuk PBB. Dalam undang-undang ini, PBB diatur dalam beberapa pasal yang menjelaskan mengenai objek pajak, subjek pajak, dasar pengenaan pajak, tarif pajak, dan prosedur pemungutan pajak.
Dasar hukum pajak bumi dan bangunan tertuang dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Nah, kalau kamu lagi butuh bahan bangunan untuk renovasi rumah, jangan lupa cek toko bangunan cikarang yang lengkap dan terpercaya. Setelah membangun rumah impian, jangan lupa juga untuk memahami dan memenuhi kewajiban pajak bumi dan bangunan sesuai aturan yang berlaku.
Contoh Pasal dalam UU No. 28 Tahun 2009 yang Mengatur tentang Pajak Bumi dan Bangunan
Berikut beberapa contoh pasal dalam UU No. 28 Tahun 2009 yang mengatur tentang PBB:
- Pasal 1 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pajak Daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapat balas jasa secara langsung dan digunakan untuk membiayai pengeluaran daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
- Pasal 4 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang menjadi objek pajak dan dibebankan kepada orang pribadi atau badan yang memiliki, menguasai, atau mengusahakan bumi dan/atau bangunan tersebut.
Dasar hukum pajak bumi dan bangunan tertuang dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak ini dibebankan pada pemilik bangunan, termasuk yang menggunakan siku bangunan dalam konstruksinya. Penting untuk memahami dasar hukum ini agar kewajiban pajak dapat terpenuhi dengan baik dan terhindar dari sanksi.
- Pasal 11 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 menyatakan bahwa Objek Pajak Bumi dan Bangunan adalah bumi dan/atau bangunan yang terletak di wilayah daerah, baik yang digunakan atau tidak digunakan, dan yang dikuasai atau dimiliki oleh orang pribadi atau badan.
Dasar hukum pajak bumi dan bangunan diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pajak ini dikenakan pada kepemilikan tanah dan bangunan, tak terkecuali bangunan dengan desain unik seperti bangunan segitiga. Meskipun bentuknya tidak lazim, bangunan segitiga tetap tunduk pada aturan perpajakan yang sama dengan bangunan lainnya, yang meliputi kewajiban untuk membayar pajak bumi dan bangunan berdasarkan nilai jual objek pajak.
- Pasal 12 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 menyatakan bahwa Subjek Pajak Bumi dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memiliki, menguasai, atau mengusahakan bumi dan/atau bangunan yang menjadi objek pajak.
- Pasal 14 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 menyatakan bahwa Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah.
- Pasal 15 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 menyatakan bahwa Tarif Pajak Bumi dan Bangunan ditetapkan oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan tingkat NJOP, jenis dan fungsi bumi dan/atau bangunan, serta kemampuan wajib pajak.
- Pasal 16 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 menyatakan bahwa Wajib Pajak Bumi dan Bangunan berkewajiban untuk mendaftarkan diri kepada Pemerintah Daerah dan melaporkan perubahan data objek pajak.
- Pasal 22 ayat (1) UU No. 28 Tahun 2009 menyatakan bahwa Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Badan Pendapatan Daerah atau unit kerja lain yang ditunjuk.
Hubungan Pasal dalam UU No. 28 Tahun 2009 dengan Pajak Bumi dan Bangunan
Berikut tabel yang menunjukkan hubungan antara pasal-pasal dalam UU No. 28 Tahun 2009 dan penjelasannya terkait dengan PBB:
Pasal | Penjelasan |
---|---|
Pasal 1 ayat (1) | Menjelaskan pengertian Pajak Daerah, termasuk PBB. |
Pasal 4 ayat (1) | Mendefinisikan PBB sebagai pajak atas bumi dan/atau bangunan. |
Pasal 11 ayat (1) | Menentukan objek pajak PBB, yaitu bumi dan/atau bangunan. |
Pasal 12 ayat (1) | Menentukan subjek pajak PBB, yaitu orang pribadi atau badan yang memiliki, menguasai, atau mengusahakan bumi dan/atau bangunan. |
Pasal 14 ayat (1) | Menentukan dasar pengenaan pajak PBB, yaitu NJOP. |
Pasal 15 ayat (1) | Memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah untuk menetapkan tarif PBB. |
Pasal 16 ayat (1) | Menentukan kewajiban wajib pajak PBB, termasuk pendaftaran dan pelaporan. |
Pasal 22 ayat (1) | Menentukan pihak yang berwenang melakukan pemungutan PBB. |
Objek Pajak Bumi dan Bangunan: Dasar Hukum Pajak Bumi Dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak daerah yang dipungut berdasarkan kepemilikan atau penguasaan atas tanah dan/atau bangunan. Objek pajak PBB, seperti yang diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, meliputi tanah dan/atau bangunan yang berada di wilayah daerah tertentu.
Pengertian Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Objek pajak PBB merujuk pada tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek pengenaan pajak. UU No. 28 Tahun 2009 memberikan definisi yang lebih spesifik mengenai objek pajak PBB, yaitu:
Tanah adalah bagian permukaan bumi yang tidak dapat bergerak, baik di atas maupun di bawah permukaan air, yang dibatasi oleh garis-garis imajiner dan meliputi segala sesuatu yang berada di atasnya, di bawahnya, dan di dalamnya.
Bangunan adalah segala sesuatu yang dibangun di atas tanah dan/atau di bawah tanah, baik yang melekat pada tanah maupun tidak, yang berfungsi sebagai tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat lainnya.
Contoh Objek Pajak Bumi dan Bangunan
Berikut beberapa contoh objek pajak PBB yang umum dijumpai:
- Rumah tinggal
- Gedung perkantoran
- Toko atau kios
- Pabrik
- Hotel
- Rumah sakit
- Sekolah
- Tanah kosong
- Lahan pertanian
- Perkebunan
Perbedaan Objek Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Jenisnya
Objek pajak PBB dapat dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu:
Jenis Objek Pajak | Penjelasan |
---|---|
Tanah dan Bangunan | Objek pajak ini mencakup tanah dan bangunan yang saling melekat dan digunakan sebagai satu kesatuan. Misalnya, rumah tinggal, gedung perkantoran, dan pabrik. |
Tanah Kosong | Objek pajak ini hanya mencakup tanah yang tidak dibangun atau tidak memiliki bangunan di atasnya. Misalnya, lahan kosong yang diperuntukkan untuk pembangunan di masa depan. |
Bangunan di Atas Tanah | Objek pajak ini mencakup bangunan yang berdiri di atas permukaan tanah, seperti rumah tinggal, gedung perkantoran, dan toko. |
Bangunan di Bawah Tanah | Objek pajak ini mencakup bangunan yang berada di bawah permukaan tanah, seperti bunker, ruang bawah tanah, dan terowongan. |
Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
Dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, wajib pajak bumi dan bangunan (PBB) didefinisikan sebagai orang atau badan yang memiliki atau menguasai bumi dan/atau bangunan. PBB merupakan pajak yang dikenakan atas kepemilikan atau penguasaan atas bumi dan/atau bangunan.
PBB menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang penting, dan setiap orang atau badan yang memiliki atau menguasai bumi dan/atau bangunan diwajibkan untuk membayar PBB.
Siapa Saja yang Termasuk Wajib Pajak Bumi dan Bangunan?
Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009, berikut ini adalah beberapa contoh subjek pajak PBB:
- Orang pribadi, baik Warga Negara Indonesia (WNI) maupun Warga Negara Asing (WNA), yang memiliki atau menguasai bumi dan/atau bangunan.
- Badan hukum, seperti perusahaan, yayasan, atau organisasi, yang memiliki atau menguasai bumi dan/atau bangunan.
- Perusahaan Negara (PN) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang memiliki atau menguasai bumi dan/atau bangunan.
- Pemerintah Daerah, baik pusat maupun daerah, yang memiliki atau menguasai bumi dan/atau bangunan.
Contoh Kasus Wajib Pajak Bumi dan Bangunan
Berikut ini beberapa contoh kasus yang menunjukkan siapa saja yang termasuk wajib pajak PBB:
- Seorang warga negara Indonesia bernama Budi memiliki rumah di Jakarta. Budi wajib membayar PBB atas kepemilikan rumahnya tersebut.
- PT. Maju Jaya adalah perusahaan yang memiliki kantor di Surabaya. PT. Maju Jaya wajib membayar PBB atas kepemilikan kantornya tersebut.
- Pemerintah Kota Bandung memiliki tanah dan bangunan yang digunakan sebagai kantor pemerintahan. Pemerintah Kota Bandung wajib membayar PBB atas kepemilikan tanah dan bangunan tersebut.
Klasifikasi Wajib Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Status Kepemilikan
Status Kepemilikan | Contoh Wajib Pajak |
---|---|
Hak Milik | Perorangan yang memiliki sertifikat Hak Milik atas tanah dan bangunan |
Hak Guna Bangunan (HGB) | Perusahaan yang memiliki sertifikat HGB atas tanah dan bangunan |
Hak Pakai | Perorangan atau badan yang memiliki sertifikat Hak Pakai atas tanah dan bangunan |
Hak Sewa | Perorangan atau badan yang menyewa tanah dan bangunan dari pihak lain |
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
Tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu komponen penting dalam sistem perpajakan di Indonesia. Tarif PBB ditetapkan berdasarkan UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, yang mengatur tentang kewenangan daerah dalam menetapkan dan memungut pajak daerah, termasuk PBB.
Tarif PBB sendiri memiliki beberapa faktor penentu, dan besarannya dapat bervariasi tergantung pada beberapa faktor yang akan dibahas lebih lanjut.
Penentuan Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
UU No. 28 Tahun 2009 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menentukan tarif PBB, dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain:
- Nilai jual objek pajak (NJOP): NJOP merupakan nilai yang ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk objek pajak, dan menjadi dasar perhitungan PBB. Semakin tinggi NJOP, semakin tinggi pula PBB yang harus dibayarkan.
- Klasifikasi objek pajak: Objek pajak PBB diklasifikasikan berdasarkan jenis dan fungsinya, seperti tanah, bangunan, atau kombinasi keduanya. Setiap jenis objek pajak memiliki tarif PBB yang berbeda.
- Lokasi objek pajak: Lokasi objek pajak juga memengaruhi tarif PBB. Objek pajak yang berada di lokasi strategis atau memiliki nilai ekonomis tinggi umumnya memiliki tarif PBB yang lebih tinggi.
- Kebijakan fiskal daerah: Pemerintah daerah dapat menetapkan tarif PBB yang lebih tinggi atau lebih rendah sesuai dengan kebijakan fiskal yang diterapkan.
Contoh Perhitungan Tarif Pajak Bumi dan Bangunan
Misalnya, sebuah rumah di kota A memiliki NJOP sebesar Rp500.000. 000. Tarif PBB untuk rumah di kota A adalah 0,5% dari NJOP. Maka, PBB yang harus dibayarkan adalah:
Rp500.000.000 x 0,5% = Rp2.500.000
Namun, perlu diingat bahwa contoh ini hanyalah ilustrasi. Tarif PBB dan NJOP dapat bervariasi tergantung pada lokasi, jenis objek pajak, dan kebijakan fiskal daerah setempat. Untuk mendapatkan informasi yang akurat, Anda dapat menghubungi kantor pajak daerah setempat.
Perbedaan Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Berdasarkan Jenis Objek Pajak, Dasar hukum pajak bumi dan bangunan
Jenis Objek Pajak | Tarif PBB (%) |
---|---|
Tanah kosong | 0,5
|
Rumah tinggal | 0,5
|
Ruko/Toko | 1,0
|
Gedung perkantoran | 1,5
|
Pabrik | 2,0
|
Perlu dicatat bahwa tabel ini hanya menunjukkan contoh umum. Tarif PBB dapat bervariasi tergantung pada lokasi, NJOP, dan kebijakan fiskal daerah setempat. Untuk informasi yang lebih akurat, Anda dapat menghubungi kantor pajak daerah setempat.
Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan kewajiban bagi setiap pemilik tanah dan bangunan di Indonesia. Prosedur pembayaran PBB diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan umumnya melibatkan beberapa langkah penting. Berikut adalah penjelasan detail tentang prosedur pembayaran PBB.
Langkah-langkah Prosedur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Prosedur pembayaran PBB biasanya melibatkan beberapa langkah yang perlu diikuti oleh wajib pajak. Langkah-langkah ini dirancang untuk memastikan bahwa pembayaran dilakukan dengan benar dan tercatat dengan tepat. Berikut adalah langkah-langkah umum yang terlibat dalam proses pembayaran PBB:
- Penerimaan Surat Pemberitahuan Pajak Bumi dan Bangunan (SPPT PBB): Langkah pertama dalam proses pembayaran PBB adalah menerima SPPT PBB. SPPT PBB merupakan dokumen resmi yang diterbitkan oleh kantor pajak setempat yang berisi informasi tentang kewajiban pajak PBB Anda, termasuk nomor objek pajak, luas tanah dan bangunan, nilai jual objek pajak, dan jumlah pajak yang harus dibayarkan.
- Verifikasi Data Pajak: Setelah menerima SPPT PBB, Anda perlu memverifikasi data yang tertera di dalamnya. Pastikan data seperti nama, alamat, luas tanah dan bangunan, dan nilai jual objek pajak sudah sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Jika terdapat kesalahan, segera laporkan ke kantor pajak setempat untuk dilakukan koreksi.
- Pembayaran Pajak: Setelah memverifikasi data pajak, Anda dapat melakukan pembayaran PBB. Pembayaran PBB dapat dilakukan melalui berbagai metode, seperti:
- Pembayaran di Kantor Pos: Anda dapat membayar PBB di kantor pos terdekat dengan menunjukkan SPPT PBB Anda.
- Pembayaran di Bank: Anda dapat membayar PBB di bank yang ditunjuk, seperti Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Mandiri. Anda dapat melakukan pembayaran melalui teller atau ATM dengan menunjukkan SPPT PBB Anda.
- Pembayaran Online: Anda dapat membayar PBB secara online melalui berbagai platform, seperti website resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP), aplikasi mobile perbankan, dan platform pembayaran digital. Untuk pembayaran online, Anda biasanya perlu memiliki akun di platform tersebut dan memiliki akses ke internet.
- Penerimaan Bukti Pembayaran: Setelah melakukan pembayaran, Anda akan menerima bukti pembayaran. Simpan bukti pembayaran dengan baik sebagai tanda bukti bahwa Anda telah melunasi kewajiban pajak PBB Anda.
Contoh Ilustrasi Alur Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Berikut adalah contoh ilustrasi alur pembayaran PBB dari awal hingga selesai:
- Penerimaan SPPT PBB: Pak Budi menerima SPPT PBB di rumahnya pada bulan Januari.
- Verifikasi Data Pajak: Pak Budi memeriksa data yang tertera di SPPT PBB dan memastikan bahwa semua informasi sudah benar.
- Pembayaran Pajak: Pak Budi memutuskan untuk membayar PBB melalui ATM Bank Mandiri. Ia pergi ke ATM terdekat dan memasukkan SPPT PBB sebagai kode pembayaran. Ia kemudian memasukkan nominal pembayaran yang tertera di SPPT PBB dan menyelesaikan transaksi.
- Penerimaan Bukti Pembayaran: Setelah melakukan pembayaran, Pak Budi menerima bukti pembayaran dari ATM. Ia menyimpan bukti pembayaran tersebut sebagai tanda bukti bahwa ia telah melunasi kewajiban pajak PBB.
Cara Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan Secara Online
Pembayaran PBB secara online dapat dilakukan melalui website resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) atau aplikasi mobile perbankan. Anda perlu memiliki akun di platform tersebut dan memiliki akses ke internet. Untuk melakukan pembayaran online, Anda biasanya perlu memasukkan nomor objek pajak, nominal pembayaran, dan data pembayaran lainnya.
Sanksi Pelanggaran Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak yang wajib dibayarkan oleh pemilik tanah dan bangunan. Pajak ini merupakan sumber pendapatan penting bagi pemerintah daerah untuk membiayai pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Namun, tidak semua wajib pajak memenuhi kewajibannya dengan baik.
Ada beberapa wajib pajak yang melakukan pelanggaran terkait PBB. Untuk memberikan efek jera dan mendorong kepatuhan wajib pajak, pemerintah menetapkan berbagai sanksi bagi para pelanggar.
Jenis-Jenis Sanksi Pelanggaran PBB
Sanksi yang diberikan kepada wajib pajak yang melanggar peraturan perundang-undangan terkait PBB beragam, mulai dari denda hingga pencabutan hak. Berikut adalah beberapa jenis sanksi yang umum diberikan:
- Denda: Denda merupakan sanksi yang paling umum diberikan kepada wajib pajak yang terlambat membayar PBB. Besaran denda biasanya dihitung berdasarkan persentase dari nilai PBB yang tertunggak.
- Sita: Sanksi sita dapat diberikan kepada wajib pajak yang tidak membayar PBB dalam jangka waktu tertentu. Sita dapat dilakukan terhadap aset yang dimiliki wajib pajak, seperti tanah, bangunan, atau kendaraan.
- Pencabutan Hak: Sanksi pencabutan hak dapat diberikan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran serius, seperti pemalsuan dokumen atau penggelapan pajak. Pencabutan hak dapat berupa pencabutan izin bangunan atau pencabutan hak untuk memiliki tanah.
- Pidana: Dalam beberapa kasus, pelanggaran PBB dapat dikenakan sanksi pidana. Hal ini berlaku bagi wajib pajak yang melakukan pelanggaran berat, seperti penipuan atau korupsi.
Contoh Kasus Pelanggaran PBB dan Sanksi yang Diberikan
Berikut ini adalah contoh kasus pelanggaran PBB dan sanksi yang diberikan:
- Kasus:Seorang wajib pajak terlambat membayar PBB selama 3 bulan. Nilai PBB yang tertunggak adalah Rp. 1.000. 000. Sanksi:Wajib pajak dikenakan denda sebesar 2% dari nilai PBB yang tertunggak, yaitu Rp.
20.000.
- Kasus:Seorang wajib pajak tidak membayar PBB selama 5 tahun. Nilai PBB yang tertunggak mencapai Rp. 5.000. 000. Sanksi:Pemerintah daerah melakukan sita terhadap aset milik wajib pajak, berupa tanah dan bangunan yang menjadi objek PBB.
- Kasus:Seorang wajib pajak memalsukan dokumen untuk mendapatkan keringanan PBB. Sanksi:Wajib pajak dikenakan sanksi pidana berupa kurungan penjara dan denda.
Tabel Jenis Pelanggaran dan Sanksi PBB
Jenis Pelanggaran | Sanksi |
---|---|
Terlambat membayar PBB | Denda |
Tidak membayar PBB dalam jangka waktu tertentu | Sita |
Pemalsuan dokumen | Pencabutan hak, pidana |
Penggelapan pajak | Pencabutan hak, pidana |
Akhir Kata
Mengenal dasar hukum pajak bumi dan bangunan menjadi kunci dalam menunaikan kewajiban pajak dengan tepat. Dengan memahami aturan yang berlaku, kita dapat menghindari potensi masalah dan memaksimalkan hak kita sebagai wajib pajak. Mari kita jadikan pengetahuan tentang pajak ini sebagai bekal untuk membangun kesadaran dan kepatuhan dalam membayar pajak, sehingga pembangunan nasional dapat berjalan dengan baik dan sejahtera.
Pertanyaan yang Sering Muncul
Bagaimana cara menghitung pajak bumi dan bangunan?
Perhitungan pajak bumi dan bangunan dilakukan dengan mengalikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan tarif pajak yang berlaku. NJOP sendiri ditentukan berdasarkan nilai pasar tanah dan bangunan di suatu wilayah.
Apakah ada keringanan pajak bumi dan bangunan?
Ya, beberapa daerah memberikan keringanan pajak bumi dan bangunan kepada wajib pajak tertentu, seperti pemilik rumah dengan luas tertentu atau pemilik tanah yang digunakan untuk kegiatan sosial.
Apa yang terjadi jika telat membayar pajak bumi dan bangunan?
Wajib pajak yang telat membayar pajak bumi dan bangunan akan dikenakan denda sesuai dengan peraturan yang berlaku. Denda biasanya dihitung berdasarkan persentase dari jumlah pajak yang tertunggak.